Minggu, 18 Juli 2010

Apa Itu Berpikir ???

apa itu berpikir

Saat kita memulai bermeditasi, muncul berbagai ingatan di dalam pikiran. Bayangan-bayangan ini mengganggu konsentrasi. Tetapi tidak ada yang lebih mengganggu samadhi melebihi pikiran yang berpikir.

Dalam meditasi, ketika kita mengamati keluar masuknya nafas, dan kita membantin "masuk, masuk, masuk" ketika nafas itu masuk, pada tahap ini, pikiran kita tidak disebut berpikir, tapi "menyadari" nafas masuk. Demikian pula ketika mengamati nafas keluar. Jika kita dapat mempertahankan sikap pikiran tanpa berpikir secara terus menerus, maka kita akan cepat sampai pada samadhi dan mencapai jhana-jhana. Tetapi, bila aktifitas berpikir selalu muncul, maka samadhi akan sulit tercapai. Oleh karena itulah kita harus mengenali apa itu berpikir. Untuk meditasi, bila kita tidak mengetahui "apa itu berpikir", maka kita seperti pergi ke medan tempur, tanpa tahu betul siapa musuh kita.

Munculnya ingatan-ingatan tentang masa lalu, pekerjaan-pekerjaan, dan berbagai macam bayangan lainnya di dalam pikiran itu merupakan vipaka (kesadaran hasil), sebagai akibat dari kamma. Tetapi, itu bukanlah apa yang disebut "berpikir".

Berbagai macam kata dapat bermunculan dalam pikiran kita tanpa tersusun sebagai kalimat-kalimat. Bahkan satu kata dengan kata lainnya tidak difahami hubungannya. Demikian juga, kita dapat melihat berbagai fenomena dalam pikiran tanpa memahami hubungan dari fenomena-fenoman itu. Ketika fenomena-fenomena itu muncul, ketika fenomena itu kita sebut nama-namanya, pada tahap itu, kita belum disebut berpikir. Tetapi bila kita mulai menceritakan pengalaman-pengalaman tadi, berarti kita telah berpikir.

Berpikir adalah menyusun kata-kata menjadi saling berhubungan satu sama lain. Berpikir juga berarti menghubungkan suatu fenomena dengan fenomena lainnya dalam pikiran.  Berpikir berarti menempatkan kesadaran kepada suatu objek sampai pikiran bergerak untuk menyadari bagian-bagian lain dari objek yang disadari itu. Seperti seseorang yang sedang berlatih menghadapi tembok yang tampak kosong. Setelah memperhatikan tembok itu beberapa lama dia dapat menemukan bahwa ditembok banyak sekali hal. Kemudian sanna melakukan suatu pencatatan dan dapat menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya. Adanya bahasa lisan dan tulisan, menandai adanya aktifitas berpikir. Adanya nama-nama, menandai adanya kesadaran dan sanna/persepsi.

Ada berbagai macam cara seseorang berpikir. Salah satunya adalah berpikir analitik. Berpikir analitik berarti menghubungkan satu objek dengan objek lainnya yang merupakan kemestian bagi objek yang pertama. Seperti misalnya, "benda" dengan "berat". Setiap benda memiliki berat. Contoh lainnya "api" dengan "panas". Setiap api itu panas. Setiap orang yang menyelidiki benda, tentu menemukan sifat berat. Setiap orang yang menyelidiki api, tentu menemukan sifat panas. Oleh karena itu menghubungkan objek yang menjadi kemestian bagi objek lainnya disebut dengan berpikir analitik.

Cara berpikir lainnya adalah cara berpikir sintetik. Cara berpikir sintetik, berarti menghubungkan satu objek dengan objek lainnya yang bukan merupakan kemestian bagi objek yang pertama. Semacam "baju" dan "basah". Sifat "basah" merupakan kemestian bagi "air" tapi bukan kemestian bagi "baju". Seseorang yang berkata, "bajuku basah", berarti dia telah berpikir dengan cara sintetik.

Contoh kalimat-kalimat lainnya yang merupakan tanda seseorang berpikir sintetik adalah sebagai berikut :

saya tidak berpikir
saya berpikir
saya ingin mengamati, apakah saya berpikir

Munculnya objek, perhatian, kesadaran dan pencatatan, merupakan awal terjadinya "berpikir". Ketika suatu objek muncul, kita memperhatikan, menyadari, mencatat atau menyebut namanya. Ketika objek nafas bergerak melewati lubang hidung, kita membantin "masuk, masuk, masuk". Tetapi, tanpa dikehendaki persepsi lain, selain persepsi tentang nafas bisa muncul secara tiba-tiba dan mengganggu konsentrasi. Pikiran tidak dapat tetap pada objek nafas. Bisa jadi terbayang suasana bandara kapal udara, dimana munculnya persepsi tersebut akhirnya menimbulkan dorongan kepada pikiran untuk menganalisis. Munculnya dorongan ini dapat disadari sebagai dorongan untuk berpikir. Tetapi, bila kita memperhatikan persepsi tersebut, dan mengamati satu persatu fenomena, menyebut nama-namanya, tanpa menghubungkan satu fenomena dengan fenomena lainnya, maka hal itu tidak termasuk kepada aktifitas berpikir. Walaupun tidak berpikir, tapi konsentrasi telah diganggu oleh ingatan-ingatan, imajinasi-imajinasi dan khayalan-khayalan yang muncul. Tetapi, bila kita sudah tidak berpikir, berarti satu macam penghalang dalam samadhi telah dapat kita singkirkan.

Selain munculnya persepsi, seringkali muncul kata-kata di dalam pikiran tanpa didahului objeknya secara jelas. Seperti misalnya "apa", "jika", "kenapa", "mencoba", "andaikata". Jika, kata-kata semacam ini muncul, maka hal itu merupakan tanda munculnya dorongan berpikir.  Karena kata-kata seperti itu, jika diteruskan, akan menyebabkan pikiran kita menghubungkan satu fenomena dengan fenomena lain. Ini berarti "berpikir".

hal yang mendorong aktifitas berpikir

Selanjutnya, perlu kita menyelidiki, apakah sebenarnya yang mendorong pikiran menghubung-hubungkan satu fenomena dengan fenomena lainnya? Penyebabnya adalah "ketidak tahuan". Baik berpikir analitik ataupun sintetik, keduanya terdorong untuk mengetahui. Orang terdorong untuk mengetahui, karena ketidak tahuan. Seandainya sudah mengetahui, maka apakah lagi yang mendorong dia untuk memikirkannya lagi?

Dalam meditasi, kita seringkali terdorong untuk menganalisis pengalaman kita sendiri. Usaha untuk menganalisis ini berarti berpikir. Sebelumnya kita tidak tahu banyak, apa yang akan terjadi dalam meditasi kita. Mungkin kita mengharapkan suatu pengalaman yang lebih dalam dalam suatu meditasi, dan mungkin kita mengalami suatu pengalaman yang luar biasa dalam meditasi kita. Tetapi, seringkali kali pula kita tidak cukup puas hanya dengan pengalaman luar biasa itu saja, karena kita terdorong untuk juga memahami pengalaman itu atau berusaha menstranformasikannya kedalam suatu bentuk pemikiran dan bahasa yang kiranya bisa dikomunikasikan.

Objek yang netral, bisa diidentifikasi sebagai objek yang membosankan, sehingga objek itu tidak mendorong seseorang untuk menyelidiki, menganalisis atau memikirkannya. Orang cenderung mengabaikan objek yang dianggap membosankan. Objek yang menyenangkan dan objek yang membencikan, keduanya membuat pikiran terpikat, dan melekati objek. Karena melekat inilah, maka muncul dorongan berpikir dari kemelekatan, setelah munculnya dorongan berpikir dari ketidak tahuan.

Pemikiran-pemikiran muncul karena pikiran sendiri yang menciptakannya, untuk mempertahankan hal yang menyenangkan dan menolak hal yang membencikan. Tapi, bila seseorang tidak melekati atau membenci sesuatu, maka ia akan membiarkan semua objek muncul dan berlalu tanpa sempat memikirkannya. Ada imajinasi-imajinasi yang kita pertahankan, ada khayalan-khayalan yang kita pertahankan, dan objek-objek yang tidak kita biarkan muncul dan berlalu dengan sendirinya. Kita mencoba menghentikan objek yang seharusnya berlalu, karena kita ingin menganalisisnya.

Untuk mengatasi munculnya "berpikir" di dalam meditasi, kita harus membiasakan diri di dalam kehidupan untuk menjauhi kesenangan duniawi. Sebab, seseorang yang terbiasa mengejar-ngejar kesenangan duniawi, maka pikirannya selalu berusaha menciptakan khayalan-khyalan yang menyenangkan di dalam meditasinya, seakan-akan perbuatan pikiran dalam menciptakan khayalan-khayalan itu terjadi dengan sendirinya secara otomatis. Karena itulah pemikiran-pemikiran menjadi selalu muncul dan samadhi sulit tercapai.

Sebelum bermeditasi, kita dapat mengukur diri, sampai sejauh mana kita akan dapat mengembangkan batin di dalam meditasi. Cara mengukurnya adalah dengan bertanya pada diri sendiri, "adakah di dunia ini suatu hal yang masih kita anggap menyenangkan?" lalu jawab secara jujur oleh diri sendiri. Jika kita masih berpikir, "ini menyenangkan, dan itu tidak menyenangkan", berarti pikiran kita belum terbebas dari khayalan dan kemalasan. Berarti tidak akan banyak kemajuan dalam meditasi yang akan kita capai. Bila kita sudah tidak dapat menemukan apa yang bisa dianggap menyenangkan di dunia ini, maka pada saat itulah, meditasi kita akan melesat seperti kilat. Karena pikiran mudah untuk ditundukan, tidak lagi liar, dan tidak lagi mencoba menciptakan khayalan-khyalan yang menyenangkan atau membencikan.

Kita sulit mencapai samadhi, karena kita masih memiliki pandangan X. adapun X = anggapan bahwa yang ini menyenangkan dan yang itu tidak menyenangkan. Setiap yang masih memiliki pandangan X, maka ia sulit mencapai samadhi.

Dari mana asal-usul premis mayor tersebut? Dari fakta pengalaman pribadi yang diamati dan dianalisis secara langsung. Bahwa saya menemukan pandangan X tersebut merupakan sesuatu yang membuat pikiran sulit mencapai samadhi. Tentu saja, pengalaman pribadi merupakan sesuatu yang berada di luar jangkauan orang lain. Tetapi, tidaklah mustahil orang mengalami dan menemukan hal yang serupa di dalam meditasi mereka, sebagaimana yang saya alami, sehingga bisa membuat suatu kesimpulan yang sama pula. Oleh karena itu, fakta pengalaman pribadi ini saya kemukakan untuk menjadi perbandingan dengan pengalaman pribadi orang lain, seolah saya bertanya, "apakah anda mengalami hal serupa dengan apa yang saya alami?"

Bagi sebagian orang, menghilangkan anggapan adanya hal yang menyenangkan di dunia ini adalah mustahil. Hal yang menyenangkan dan hal yang membencikan, dianggap sebuah fakta yang tidak dapat dipungkirinya adanya. Tapi, bagi sebagian orang lagi sesungguhnya tidak demikian. Lagi-lagi pengalaman pribadi yang berbicara, bahwa suatu waktu saya mengalami suatu kondisi meditatif, dimana batin saya tidak lagi memiliki pandangan x. tetapi bukan tidak mengetahui apa yang dianggap menyenangkan dan tidak menyenangkan, melainkan ketika munculnya sesuatu yang dianggap menyenangkan, maka saya memperhatikan lebih dalam, apa itu perasaan menyenangkan, dan akhirnya ditemukan bahwa ternyata itu hanyalah ilusi yang diciptakan oleh pikiran, dan itu adalah dukha.

Hal yang menyenangkan itu adalah dukha. Karena hal yang menyenangkan itu muncul dan lenyap dengan sangat cepat dan merupakan hal yang diharapkan munculnya. Oleh karena itu ada dukha yang muncul dari harapan yang tidak terpenuhi. Dan hal yang menyenangkan tidak direlakan kepergiannya. Oleh karena itu ada dukha dari lenyapnya hal yang menyenangkan. Dengan melihat semua itu, maka berarti hakikatnya, hal yang menyangkan itu adalah dukha atau hal yang menyebabkan dukha. Dan yang menjadi sebab utama dukha itu, bukanlah objek-objek menyenangkan di luar sana, tetapi sikap pikiran yang melekati objek yang dianggap menyenangkan itu.

Rasa menyenangkan itu sendiri, bukanlah sesuatu yang salah. Karena seumur hidup rasa menyenangkan akan selalu muncul dan lenyap mengikuti jalannya sendiri. Yang salah adalah kemelekatan terhadap rasa menyenangkan itu. Dan kemelekatan itulah yang saya maksud "pandangan X". Dan pandangan X bukanlah pengetahuan tentang yang menyenangkan dan bukan menyenangkan. Dan pandangan X tersebut bisa menjadi salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk mengembangkan aktifitas berpikir, bukan sekedar untuk mengembangkan pengetahuan, malainkan untuk mengembangkan perasaan menyenangkan di dalam dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar