Jumat, 23 Juli 2010

CINTA MAMA

“Ma, itu apa, yg kelap-kelip di atas …” telunjuk ku mengarah kelangit.

“Itu namanya bintang,salah satu ciptaan Tuhan yg menakjubkan,” terang Mama dng sempurna sekaligus bijak.


Kutahu, usiaku dua tahun lebih sedikit waktu itu. Usia yg selalu ingin tahu segala hal dan mengejar seribu jawaban dari siapapun terhadap hal yg baru kulihat. Dan Mama, dialah yg paling sabar menerangkan semua tanya itu, meski tak pernah kupuas, tapi aku cukup yakin saat itu, bahwa Mama segala tahu.


Sejak malam itu, aku selalu berdiri dibelakang rumah menengadah ke langit memandangi jutaan bintang yg berkelap-kelip, dan setiap saat itu pula Mama setia menemaniku. Aku ingat, mamacukup kerepotan mencari jawaban ketika aku bertanya, apakah bintang-bintang itu juga punya nama. Dengan cerdik, Mama menjelaskan bahwa bintang-bintang itu sama dengan kita, manusia. Kalau manusia punya nama, berarti bintang pun memiliki nama.


“Yang disebelah sana,namanya siapa ma…”


Keningnya berkerut, otaknya berputar mencari jawaban. Hingga akhirnya, “ooh… yang itu mama tahu, ia adalah bintang mama, karena namanya sama persis dengan nama anak mama ini…” dekapannya begitu hangat, tak ada yang bisa melakukan semua itu kecuali mama. Waktu itu yang kutahu, mama sekedar menjalankan kewajibannya sebagai orang tua untuk menemani dan membahagiakanku.


Keesokkan harinya, setiap malam tiba. Mama sudah tahu, sebelum waktu tidurku tiba, aku selalu mengajaknya memandangi langit. Karena kini aku semakin senang, sejak mama mengatakan bahwa bintang yang pernah kutunjuk itu adalah aku. Tapi, hari ini mama membuatku kecewa,karena mama tak bisa menemaniku. Mama sakit, begitu kata Papa.


Aku menangis, sebab malam itu aku berniat tidak hanya minta mama menemaniku seperti malam-malam sebelumnya. Tapi aku ingin mama mengambilkanku bintang-bintang itu dan membawanya ke rumah. Aku ingin mereka menjadi temanku bermain hingga aku tak perlu bersedih setiap ketika larut mama mengajakku masuk.


Tapi Mama tetap tak bisa membantuku. Jangankan untuk mengambilkanku bintang-bintang, sekedar duduk bersama dibelakang rumah, merasakan sentuhan angin yg lembut, & menyapa kedamaian malam, serta tersenyum membalas lambaian sang bulan pun, mama tak kuat. Hingga malam berakhir, aku masih kecewa. Malam itu bahkan aku tak mau makan, hingga mama yg sedang sakitpun harus memaksakan diri tetap menyenandungkan nyanyian cinta pengantar tidur. Untuk yg ini pun yg aku tahu, adalah juga kewajiban orangtua,menyanyikan lagu pengantar tidur.


Esok harinya aku demam. Karena semalaman tidak mau makan setelah beberapa jam di belakang rumah ‘bermain-main’dengan bintang-bintang. Meski sedikit cemas, mama tak pernah panik. Sentuhan hangat mama, membaluri ramuan khusus ke seluruh tubuh kecil ini. 2 hari sdh,tak kunjung sembuh demamku. Padahal mama sdh membawaku ke dokter.

Mama semakin panik. Panasku meninggi dan sering mengigau. Tetapi justru di saat mengigau itu lah mama tahu obat terbaik untuk menyembuhkanku. (sampai disini, aku masih beranggapan, mencarikan obat, menyembuhkan anak, adalah sekedar kewajiban orangtua).


Aku tidak tahu apa yag mama perbuat. Setelah terlelap beberapa jam, aku terbangun, dan aku terkejut, hampir takpercaya apa yang kutatap di langit-langit kamarku. Bintang-bintang … mama membuatkanku bintang-bintang dari kertas berwarna metalik, banyak sekali, puluhan, entah, mungkin ratusan. Sebagiannya digantung sebagian lagi di biarkan berserakan di tempat tidur & lantai kamar. Kuciumi mama karena telah membawakan bintang-bintang dari langit itu ke rumah. Dan mama benar, ku lihat di masing-masing bintang itu ada namanya, salah satunya, ada bintang yg paling bagus & paling besar, di berinya namaku.


Anak mama yg dulu kerap memandangi bintang itu, kini sudah dewasa. Sudah hidup mandiri. Tapi aku tetap anak mama. Kemarin, ku telepon mama mengabariku bahwa aku sedang tidak sehat & tidak masuk kantor. Beberapa jam kemudian, diantar papa & salah seorang adikku, mama datang. Aku memang tetap bintang nya mama, di biarkan nya kepalaku bersandar di pelukan nya, kurasakan kembali kehangatan itu. hingga aku tertidur.


Sore, mama hendak pulang. Sebenar nya aku ingin sekali menahan nya untuk tinggal beberapa hari, tapi adik ku berbisik, “Waktu kakak telepon, mama sebenar nya sedang sakit …”


Ada setitik air di sudut mata ini. Aku tak tahu apa yg harus ku katakan. Kini, sekali lagi ku sadari. Semua yg dilakukan mama untuk ku, bukan lah kewajiban. Itu lah yg di sebut cinta, cinta abadi. Cinta yg takkan pernah bisa aku membalas nya. Dan mama adalah bintang sesungguhnya bagiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar